MOHON DUKUNGAN

MOHON DUKUNGAN

Jumat, 03 Agustus 2012

Fatwa Qardhawi: Memberi Anak Nama yang Baik


Fatwa Qardhawi: Memberi Anak Nama yang Baik 

Jumat, 03 Agustus 2012, 20:49 WIB
wordpress.com
  
Fatwa Qardhawi: Memberi Anak Nama yang Baik (2-habis)

Ilustrasi

                                                                 
AL-AKHBAR ON LINE - Seorang Muslim non Arab asal India pernah bertanya kepada Syekh Yusuf Qardhawi. Ia menanyakan, apakah boleh memberi nama-nama India (asing) sebagaimana kebiasaan yang secara turun-temurun dilakukan dalam keluarganya.

Hal ini ia tanyakan karena ada pernyataan yang mengatakan bahwa tidak boleh memberi nama anak kecuali dengan nama-nama Islam yang sudah terkenal di kalangan kaum Muslim. 

Nama-nama tersebut seperti nama-nama Nabi, sahabat, ulama, dan para shalihin yang termasyhur. Adapun memberi nama dengan nama-nama India yang non-Arab itu adalah haram.

Benarkah pernyataan seperti ini? Bagaimana Islam memandang hal ini? Syekh Yusuf Qardhawi menerangkan, Islam tidak mewajibkan kepada keluarga Muslim untuk memberi nama anak-anaknya. Baik anak laki-laki maupun perempuan, tidaklah diwajibkan memberikannya nama dengan nama-nama tertentu. Baik itu dengan berbahasa Arab maupun bukan Arab.

Islam menyerahkan hal itu kepada kemauan dan keinginan keluarga dengan pertimbangan yang baik, sesuai dengan arahan yang sudah ditentukan. Arahan Islam dalam masalah ini antara lain sebagai berikut:

1. Nama itu hendaklah yang baik, tidak dirasa jelek oleh orang-orang, dan tidak diingkari oleh si anak jika kelak ia besar dan mengerti. Tidak boleh memberikan nama yang memberi kesan pesimistis, memiliki arti yang hina, atau merupakan lambang orang yang terkenal sebagai penjahat, pendurhaka, dan sebagainya.

Nabi SAW biasanya mengubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik. Orang yang bernama "Qalil" diubah dengan nama “Katsir”, dan orang yang bernama "Ashiyah" (wanita durhaka) diganti dengan "Jamilah” (wanita yang cantik), dan seterusnya.

2. Janganlah menggunakan nama Abd (Abdul) yang disandarkan kepada selain Allah, misalnya Abdul Ka’bah, Abdul Nabi, Abdul Husein, dan sebagainya. Ibnu Hazm menukil ijmak tentang haramnya memberi nama Abd yang disandarkan kepada selain Allah, kecuali Abdul Muththalib.    

3. Janganlah nama itu memberi kesan kesombongan dan tinggi. Demikian pula jangan menggunakan nama-nama Allah yang bagus (Al-Asmaul Husna) yang khusus untuk Allah SWT, seperti Ar-Rahman, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Khaliq, Al-Bari, dan sebagainya.


Seorang Muslim non Arab asal India pernah bertanya kepada Syekh Yusuf Qardhawi. Ia menanyakan, apakah boleh memberi nama-nama India (asing) sebagaimana kebiasaan yang secara turun-temurun dilakukan dalam keluarganya.

Hal ini ia tanyakan karena ada pernyataan yang mengatakan bahwa tidak boleh memberi nama anak kecuali dengan nama-nama Islam yang sudah terkenal di kalangan kaum Muslim. 

Nama-nama tersebut seperti nama-nama Nabi, sahabat, ulama, dan para shalihin yang termasyhur. Adapun memberi nama dengan nama-nama India yang non-Arab itu adalah haram.

Benarkah pernyataan seperti ini? Bagaimana Islam memandang hal ini? Syekh Yusuf Qardhawi menerangkan, Islam tidak mewajibkan kepada keluarga Muslim untuk memberi nama anak-anaknya. Baik anak laki-laki maupun perempuan, tidaklah diwajibkan memberikannya nama dengan nama-nama tertentu. Baik itu dengan berbahasa Arab maupun bukan Arab.

Islam menyerahkan hal itu kepada kemauan dan keinginan keluarga dengan pertimbangan yang baik, sesuai dengan arahan yang sudah ditentukan. Arahan Islam dalam masalah ini antara lain sebagai berikut:

1. Nama itu hendaklah yang baik, tidak dirasa jelek oleh orang-orang, dan tidak diingkari oleh si anak jika kelak ia besar dan mengerti. Tidak boleh memberikan nama yang memberi kesan pesimistis, memiliki arti yang hina, atau merupakan lambang orang yang terkenal sebagai penjahat, pendurhaka, dan sebagainya.

Nabi SAW biasanya mengubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik. Orang yang bernama "Qalil" diubah dengan nama “Katsir”, dan orang yang bernama "Ashiyah" (wanita durhaka) diganti dengan "Jamilah” (wanita yang cantik), dan seterusnya.

2. Janganlah menggunakan nama Abd (Abdul) yang disandarkan kepada selain Allah, misalnya Abdul Ka’bah, Abdul Nabi, Abdul Husein, dan sebagainya. Ibnu Hazm menukil ijmak tentang haramnya memberi nama Abd yang disandarkan kepada selain Allah, kecuali Abdul Muththalib.    

3. Janganlah nama itu memberi kesan kesombongan dan tinggi. Demikian pula jangan menggunakan nama-nama Allah yang bagus (Al-Asmaul Husna) yang khusus untuk Allah SWT, seperti Ar-Rahman, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Khaliq, Al-Bari, dan sebagainya.

Tidak dibenarkan juga untuk menggunakan nama-nama yang tidak khusus untuk Allah, tetapi dalam bentuk ma’rifah (menggunakan al), seperti Al-Aziz, Al-Hakim, Al-Ali, Al-Halim, dan sebagainya.

Adapun menggunakan sifat-sifat tersebut sebagai nama dalam bentuk nakirah (tidak memakai al) tidaklah terlarang, bahkan di antara nama sahabat yang termasyhur dan mutawatir adalah Ali dan Hakim (tanpa memakai al). 

Dan dikiaskan dengan itu nama-nama seperti Aziz, Halim, Rauf, Karim, Rasyid, Hadi, Nafi’, dan lainnya.

4. Disukai memberi nama dengan nama-nama para nabi, shalihin, dan shalihat, untuk mengabadikan kenangan kepada mereka dan menimbulkan kegemaran untuk meneladaninya. Demikian juga disukai memberi nama dengan Abd yang disandarkan kepada Allah.

5. Tidak terlarang menggunakan nama asing yang mempunyai arti dan makna yang bagus menurut bahasanya. Banyak kaum Muslim yang tetap pada nama asalnya yang non-Arab, baik laki-laki maupun perempuan, setelah mereka memeluk Islam, meskipun mereka berada di lingkungan Arab.

Contoh terdekat ialah “Mariyah Al-Qibthiyyah”, istri Nabi SAW yang mempunyai anak Ibrahim, yang terkenal dengan nama Al-Qibthi Al-Mishri.

Selain itu, apabila kita memerhatikan nama-nama sahabat dan tabi’in, niscaya akan didapati nama-nama yang asalnya merupakan nama tumbuh-tumbuhan, seperti Thalhah, Salmah, dan Hanzhalah. Atau nama benda-benda mati dan alami, seperti Bahr, Jabal, dan Shakhr.

Selain itu, ada juga nama-nama yang berupa kata bentukan dari kata lain, seperti Amir, Salim, Umar, Sa’id, Fathimah, Aisyah, Shafiyah, dan Maimunah. Atau nama-nama orang terdahulu yang patut diteladani, seperti para nabi, shalihin, dan shalihat, semisal Ibrahim, Ismail, Yusur, Musa, dan Maryam.

Karena itu, seorang Muslim boleh saja memberi nama anaknya dengan nama-nama Arab atau non-Arab, sesuai dengan arahan dan tuntunan tersebut.
Sumber: Fatawa Al-Qardhawi

Tidak ada komentar: